Selamat Hari Ayah
11:20:00
Teruntuk ayah.
Rasanya tidak pernah jemariku berjalan di keyboard
ini menceritakan tentang kamu, ayahku. Tidak sama sekali. Begitu durhaka kah
aku?
Bukannya aku tidak ingin mengabadikan ayah disetiap
tulisanku. Hanya saja, aku tidak sanggup membuat iri teman-temanku betapa
bahagianya aku punya ayah seperti ayahku saat ini. Logis tidak alasanku ini?
Ayah, masih ingat disaat aku tertidur di ruang tamu
itu? Tiba-tiba saja tubuhku sudah berpindah ke kasur empuk. Membuatku tidak
sadar saking lelapnya aku tertidur. Bahkan, aku kira saat itu aku lagi
menderita somnabulisme, dimana aku
tidur sambil berjalan. Ternyata itu ayah. Ayah mengangkat aku dengan sangat
pelan dan hati-hati, seolah takut seorang ratu akan bangun dari tidur lelapnya.
Apa ayah juga ingat, dimana ayah hanya tersenyum
melihat tingkah lucu aku? Ayah tidak berkomentar apa-apa, ayah hanya tersenyum
dimana dengan senyuman itu aku sendiri bisa tersipu malu. Sangat muda bukan
untuk membuatku tersipu malu di depan ayah?
Oh iya, ayah juga pernah cemburu. Cemburu disaat aku
merasakan jatuh cinta pada pria lain. Padahal di umurku yang masih muda ini,
seharusnya aku hanya cinta pada satu lelaki, yaitu ayah. Tetapi, ayah tetap
bersikap seolah-olah ayah mengerti dengan zaman sekarang. Dimana seorang gadis
kecil ayah mulai menyukai lawan jenisnya, itu adalah hal yang lumrah pada masa
ini.
Mungkin ayah memang pernah memarahi aku, dan itu
juga sudah pasti karena salahku. Hanya saja, ayah membuatku takjub disaat ayah
lagi yang meminta maaf kepadaku. Disaat ayah lihat wajah gadis kecil ayah
menangis. Padahal, aku menangis karena aku sedih. Aku telah menyebabkan api
kemarahan pada diri ayah. Bukan karena ayah memarahiku, karena aku tahu, ayah
marah itu berarti ayah masih memantau setiap gerak gerik aku.
Ayah, jika bercerita tentang waktu, mungkin saja
waktu kita untuk selalu bersama tidak sebanyak waktu seorang anak gadis dengan
ayahnya, iyakan?
Ayah jauh. Bekerja demi apapun yang anak-anaknya mau
bisa terwujud. Dan ayah tahu tidak? Ayah sudah sukses dengan satu misi ayah
ini.
Sampai akhirnya aku juga ikutan sekolah jauh dari
rumah, waktu untuk bersama itu semakin minim. Hanya bumbu kerinduan yang
membuat aku dan ayah masih saja terlihat selalu menghabiskan waktu bersama.
Aku iri dengan ayah. Karena ayah telah mampu
menyelesaikan misi ayah satu persatu untuk anaknya. Bagaimana dengan aku? Tentu
saja misiku untuk membahagiakan ayah belum sepenuhnya terwujud, bukan?
Bahkan, belum sempat aku bikin bahagia, aku malah
menoreskan pisau kekecewaan pada ayah. Maafkan aku, ayah.
Masih sangat jelas di telingaku, ayah menuturkan
kalimat kekecewaan karena aku. Kalimat yang mampu menampar aku dengan seribu
kali tamparan.
Menangis? Tentu saja.
Sedih? Sudah tidak perlu masuk dalam kategori
pertanyaan.
Menyesal? Apalagi ini.
Putus asa? Tidak sama sekali.
Setelah kalimat itu aku dapatkan, aku rasanya kembali
lahir menjadi gadis yang kuat. Aku juga kembali membangun tembok yang sangat
tebal di diri ayah. Ayah tahu itu untuk apa? Percayalah, itu hanya untuk
penangkal agar si kecewa ini tidak masuk lagi didalam diri ayah. Karena aku
benci dia. Aku benci setiap apapun itu yang bisa membuat jagoanku sedih,
apalagi itu karena dia, si kecewa yang saat itu berani sekali dengan lancang
masuk ke dalam diri ayah.
Iya, ini memang salahku. Pokok permasalahan memang
semuanya ada di aku. Sekali lagi, maafkan aku ayah.
Ayah tahu tidak? Saat ini ada air membasahi kedua
pipiku. Pipiku rasanya seperti banjir. Kelopak mataku seperti genangan air, sangat
sulit menampung air-air itu.
Bisa ayah beri tahu kedua mataku ini? Untuk berhenti
mengeluarkan genangan air ini? Aku sendiri yang punya mata sangat susah untuk
menahannya.
Itulah alasan lain kenapa aku tidak selalu bercerita
tentang ayah disetiap tulisanku. Aku tidak mau tulisanku ini basah bahkan
melihat aku menangis ketika aku bercerita tentang ayah. Karena bagi sebagian
tulisan, menangis identik dengan kesedihan. Aku tidak ingin tulisanku ini berfikir
bahwa aku sedih karena ayah.
Aku menangis karena aku bahagia. Bahagia dititipkan
tuhan, ayah seperti ayahku saat ini.
Ayah, jika saja 3 permintaan yang konon katanya bisa
dikabulkan itu ada. Aku akan memakainya satu untuk ayah.
Aku akan meminta untuk dipanjangkan umur ayah dan
ibu, sampai nanti aku bisa menciptakan senyuman yang tiada henti ayah dan ibu
keluarkan, ketika bercerita dengan teman-teman maupun ketika bercengkrama
berdua mengenai aku.
Tapi itu sedikit terdengar mustahil.
Jadi, aku putuskan untuk selalu berdoa saja pada
tuhan.
Tuhan, jangan pernah ambil kedua orangtuaku sebelum
aku menyelesaikan misi besarku.
Jangan pernah.
Ressyga❤
2 comments
Keren 👏
ReplyDeleteTerima Kasih:))
Delete