Pelukan Masa Lalu

11:57:00

#FirstCerpen

。。。。
Berpisah sudah hal yang sangat lumrah dirasakan setiap orang. Termasuk itu aku, orang yang hingga saat ini tidak pernah menerima bahwa perpisahan itu memang ada. Katanya, perpisahan itu adalah awal dari kerinduan bertebaran. Dan katanya lagi, rindu itu indah. Tetapi tidak bagiku. Rindu yang katanya adil itu, seolah-olah tidak adil bagiku. Rindu itu hanya menghampiri aku, tidak dengan dia.
Seperti biasa aku berada ditempat favoritku. Dengan segelas teh panas, dan buku diary 2 tahun yang lalu. Buku yang sempat menjadi bukti bisu perjalanan hatiku selama 2 tahun ini. Tidak mudah untuk mengumpulkan niat membuka kembali setiap lembaran ini. Lembaran-lembaran itu masih bersih dengan tinta warna-warni. Tetapi, pada lembaran terakhir terukir tinta hitam yang dengan anehnya aku hanya menulis tanda titik disana.
Secara terang-terangan, aku tidak pernah bilang perpisahan ini ada. Tidak sama sekali. Namun tetap saja, hal yang tidak pernah kukatakan itu malah terjadi begitu saja. Tidak adil, bukan? Sesuatu yang tidak pernah kurencanakan terwujud tanpa aku harus meminta, sementara sesuatu yang kurencanakan, kandas begitu saja tanpa mempedulikan perizinan dari aku, sang pemilik rencana itu.
“ Dia lagi?” Pertanyaan yang membuatku tersentak dari lamunanku.
“Tidak bisakah kau untuk tidak bertingkah layaknya jin? Yang datang dengan tiba-tiba tanpa memberitahu aku?” Ucapku kesal.
Dia adalah seseorang yang belakangan ini sering menemaniku. Entah itu sebagai teman dekat, sahabat, atau mungkin bisa saja titipan tuhan agar aku ada yang menemani melewati masa ini.
Tiba-tiba saja, aku merasakan usapan halus tepat dikepalaku.
 “ Sudahlah, kau tidak cocok berakting layaknya orang kesal. Karena kamu bukan artis, alysa.” Ditutupi dengan tawanya yang tentu saja selalu mampu mengalahkan setiap amarahku.
Dengan senyuman manis itu, tuhan menitipkan dia untuk aku. Tuhan menjadikan dia penopang disaat aku mulai rapuh. Tentu saja aku bersyukur, tetapi sama saja bohong. Jika masa lalu itu, lebih berhasil lagi membuat aku terjatuh berkali-kali tanpa membantuku untuk berdiri lagi.
“Kamu menghubungi dia lagi?” Tanyanya.
“Seseorang mungkin terlihat mencintaimu, tetapi sebenarnya pada sisi lain, dia lagi berusaha menutupi bahwa dia mencintai yang lain. Hanya agar kamu tidak terluka”
Aku ditampar. Ditampar oleh kalimat pedas ucapannya barusan. Jeda waktu yang begitu panjang aku biarkan terjadi. Keheningan pun aku izinkan masuk kedalam suasana pertemuan kita kali ini.
“Aku ingin berhenti” Akhirnya aku berhasil membuahkan kalimat dari bibirku ini.
“Kamu tidak akan pernah berhenti jika itu hanya bibirmu saja. Tidak dengan hatimu.”
Tentu sangat jelas bahwa hatiku saat ini masih tertinggal jauh disana. Oleh karena itu juga, hingga saat ini aku masih selalu membawa beban disetiap hari-hariku. Beban yang sangat semu tetapi lebih berat untuk dirasakan. Aku yang terkadang tidak mempunyai aktivitas saja, tetap merasakan lelah karena beban ini.
“Apa yang harus aku lakukan? Disaat tanganku masih saja menggenggam erat setiap kejadian itu”
“Apa kehilangan itu begitu nyata untukku? Tetapi mengapa tidak nyata bagi mereka? Mereka yang jelas-jelas tidak menginginkan dia ada disampingnya. Kenapa harus aku? Yang jelas-jelas sangat menginginkan dia, bagaimanapun itu bentuknya. Apa kamu pikir ini adil bagiku?”
Aku membiarkan bernapas sejenak, setelah mengeluarkan pertanyaan yang selama ini menggebu dihatiku.
Dia hanya diam menatapku. Seolah ingin berbicara, tapi rasanya ada yang menahan kalimat itu untuk keluar dari mulutnya.
“ Aku merindukannya, sangat rindu.” Ucapku lirih dengan kepala yang menunduk.
“Bodoh”
Sangat wajar untuk aku tidak marah dengan kalimat yang barusan aku dapatkan. Karena memang aku bodoh untuk selalu memelihara rindu yang hanya aku menginginkan rindu itu ada.
“Perlu aku panggilkan seribu orang untuk berbisik ditelingamu? Bahwa tidak ada gunanya kamu merindukan seseorang yang tidak menghargai perasaanmu!”
Aku tersenyum kaku. Dia marah. Sangat jelas nadanya begitu berubah. Aura sekitar yang aku rasakanpun begitu kental perubahannya.
“Ini sudah bukan masa penjajahan. Perbudakan itu sudah dihapuskan. Sementara kamu mau saja diperbudak oleh cinta yang bahkan tidak mampu membiayai setiap hidupmu”
“Aku memang bukan diposisimu saat ini. Bahkan, tidak pernah sama sekali ada diposisimu ini. Hanya saja, pikiranku masih sedikit jernih untuk memilah urusan seperti ini”
“Lantas apa yang harus aku lakukan?” Tanyaku dengan mata yang sedikit berkaca.
“Tolong, lepaskan pelukan itu. Pelukan masa lalu yang membuatmu tidak berdaya belakangan ini. Membuatmu berpikir, hanya dia satu-satunya orang yang mampu membahagiakan kamu. Padahal, dia adalah satu-satunya orang yang hanya menambah luka. Belum sempat kering, tetapi sudah pergi begitu saja.”
Hatiku sedikit teriris mendengar ucapannya. Pelukan masa lalu itu, akan aku biarkan hanyut perlahan mengikuti arus. Arus pada setiap tetesan air mata yang aku keluarkan disetiap mengingat kembali secuil kenangan itu.
Bagaimana dengan perasaanku?
Apa sebaiknya aku hanyutkan juga? Agar suatu saat nanti, disaat mereka sampai pada titik pemberhentian arus itu, mereka dapat berkumpul bersama dan bertemu dengan si pemilik pelukan masa laluku. Aku hanya ingin dia membaca, bahwa selama ini aku masih dalam pelukannya.



*Play song Banda Neira- Esok pasti jumpa*


Ressyga❤

You Might Also Like

1 comments

View