Waktu tidak akan berhenti hanya karena aku dan kamu bukan lagi menjadi kita.
Jarak juga semakin membuatku mengerti, bahwa sejauh apapun itu, yang namanya melupakan masih saja menjadi pelajaran hidup yang belum lulus aku jalani.
Padahal dulu, aku kira dengan jarak ini aku bisa sedikit lupa akan bagaimana bentuk wajahmu, badanmu, senyummu, bahkan caramu memperlakukan aku.
Sekarang aku sadar, logikaku saat itu benar. Jangan pernah mencampur adukkan perasaan dengan seorang sahabat. Fatal akibatnya.
Teruntuk diriku sekarang,
Kepergianmu mengajarkan aku untuk merelakan apa yang sebelumnya menjadi milikku.
Begitu cepat, bukan?
Begitu cepat, bukan?
Jarak juga semakin membuatku mengerti, bahwa sejauh apapun itu, yang namanya melupakan masih saja menjadi pelajaran hidup yang belum lulus aku jalani.
Padahal dulu, aku kira dengan jarak ini aku bisa sedikit lupa akan bagaimana bentuk wajahmu, badanmu, senyummu, bahkan caramu memperlakukan aku.
Sudah lama rasanya aku tidak membuka kembali catatan lamaku tentang kamu.
Tentang bagaimana kita bersahabat hingga akhirnya terjebak dalam urusan cinta.
Dulunyaaa, sempat aku berpikir untuk tidak ingin meneruskan keegoisan hatiku untuk menjadikanmu pemilik hatiku, tetapi aku tidak kuat rasanya.
Keinginanku untuk terjun dalam hubungan yang lebih lanjut itu selalu saja menghantui. Tak henti-hentinya memaksaku untuk melawan logika pikiranku dimana pada saat itu kamu adalah sahabatku.
Sekarang aku sadar, logikaku saat itu benar. Jangan pernah mencampur adukkan perasaan dengan seorang sahabat. Fatal akibatnya.
Aku harus bagaimana disaat itu semua sudah terjadi?
Menyesalinya? Tidak mungkin juga. Karena jauh sebelum perpisahan dan kehancuran itu ada, aku sempat merasakan kebahagiaan yang tidak aku rasakan dulu, saat menjadi sahabatmu.
Menyesalinya? Tidak mungkin juga. Karena jauh sebelum perpisahan dan kehancuran itu ada, aku sempat merasakan kebahagiaan yang tidak aku rasakan dulu, saat menjadi sahabatmu.
Teruntuk diriku sekarang,
Mungkin aku hanya harus lebih berhati-hati dalam bertindak.
Tidak semua apa yang kita inginkan akan berakhir baik, bukan?
Aku hanya saja tidak berpikir panjang pada saat itu. Tidak terlintas dibenakku bagaimana jika sahabat dan orang yang aku sayangi pergi dalam waktu yang bersamaan.
Terima kasih sudah menjadikan aku merasakan bagaimana rasanya hal yang aku takuti itu menghadangku.
Ressyga
Sekelilingku tampak sunyi. Tidak seperti biasanya, dimana mereka selalu ada menjadi pelangi dihidupku. Ya, aku bersembunyi saat ini. Dari penatnya masalah dunia yang tiada henti berada di pundakku, seolah tidak ingin turun dan selalu ingin ku gendong. Padahal jika bisa kutinggalkan ditengah jalan, pasti akan kutinggalkan. Pundakku tampak lebih berat dari sebelumnya. Entah kenapa, bukannya menyelesaikan tetapi malah selalu kubawa hinggat saat ini.
Aku pandangi kaca kecil yang ada pada genggamanku. Wajahku tidak begitu seutuhnya ada di kaca itu, pikirku “Oh iya, ini kan kecil dan tidak seukuran wajahku”. Dengan hebatnya terlintaslah dalam benakku, bahwa tiap-tiap sesuatu pasti ada batas limitnya. Dan untuk kali ini aku tegaskan pada diriku, mungkin aku lelah. Mungkin aku bukan lagi si pemberani seperti biasanya, mungkin aku bukan lagi gadis dengan semangat yang tiada batas itu.
Aku, tepatnya berada pada batas limitku. Aku, tepatnya berada pada titik terlemahku. Aku, bukan lagi aku yang sebelumnya.
Ah, untuk mengenal diri sendiri saja begitu sulit. Bodoh sekali aku selama ini malah berusaha mengenal diri orang lain, sehingga sekarang aku tidak bisa melihat dan menilai bagaimana diriku. Aku kesusahan memikul apa yang terjadi pada diriku.
Tentu saja aku tidak bisa memutar waktu yang pernah ku pergunakan dengan sangat tidak baik, tetapi aku ingin sekali bertamu kembali dengan waktu itu dan meminta maaf. Maaf, aku telah menyia-nyiakan waktu itu untuk mengenal diriku sendiri, untuk mengetahui apa mauku, untuk mencari tahu siapa aku dan tujuan hidupku. Sebenarnya bisa saja jika itu kulakukan sekarang, hanya saja dengan posisi yang sangat banyak masalah terjadi karena aku yang tidak terlebih dahulu mengenal diriku. Bodoh, bukan? Oh tidak, kalimat bodoh tidak cocok untuk manusia, bagaimana dengan lalai, bukan? Oh iya, aku lalai.
Sekali lagi, izinkan aku kembali mengarungi diriku sendiri, untuk mengetahui siapa aku dan mau jadi apa aku? Biarkan aku belajar menerima apa yang sebenarnya Tuhan rancang untukku. Hingga rancangan itu sudah dapat aku terima, pastikan kalian menemukan aku dalam keadaan yang membuat kalian bertanya bagaimana caraku melewati masa sulitku:)