Saya tahu pasti, hidup dalam
bayang-bayangan itu tidak mudah. Apalagi itu bayang-bayangan tentang kamu,
kita, dan kenangan. Biarpun sudah terbiasa saya jalani, tetapi terkadang saya
menginjak titik dimana saya merasa sangat ingin berhenti dari bayangan itu.
Saya masih ingat sekali, kala itu
saya adalah prioritas kamu. Saya hilang beberapa jam saja, kamu kewalahan
mencari saya. Tetapi sekarang? Saya hilang berbulan-bulan, kamu tetap terus
berjalan kedepan tanpa melihat saya yang ketinggalan jauh di belakang. Rasanya,
saya masih asing dengan suasana seperti ini.
Dulu, jika saya menangis, kamu pasti temani saya. Tetapi sekarang, saya ditemani foto kamu saja. Itupun sudah usang karena pernah saya robek, disaat saya tahu kamu bukan lagi orang yang dulu pernah ada di foto itu.
Saya juga masih ingat dengan
mimpi-mimpi kita. Ah, maksud saya, mimpi-mimpi saya. Karena saya tahu, itu
bukan lagi mimpi kita. Kamu sudah keluar dari zona kata kita. Mimpi yang
benar-benar tidak ada nyatanya.
Saya tidak pernah berharap akan
seperti ini. Malahan, saya sangat ingin seperti kamu sekarang. Santai, tenang,
dan tanpa beban melanjutkan perjalanan kisah cinta kamu.
Saya sangat ingin, tetapi lagi-lagi
saya harus gagal karena kenangan itu. Coba saja ada penghapus kenangan, saya
akan beli semahal apapun itu.
Saya salah pernah menitipkan perasaan
sama kamu. Saya salah sudah berharap lebih. Menggantungkan harapan saya sama
kamu. Padahal tak ada satupun yang kamu gubris dari perasaan saya.
Semua telah berakhir. Tanpa lambaian
tangan, ucapan perpisahan, bahkan pertemuan terakhir yang saya sangat ingin
disana bercerita panjang lebar sama kamu.
Saya tidak ingin punya dendam sama
kamu. Sama sekali tidak ingin. Tetapi, entah kenapa saya begitu tidak ingin
mendengar nama kamu dari setiap mulut mereka.
Coba saja kamu tahu bagaimana
perasaan saya. Milliyaran kosa kata tidak akan mampu mendeskripsikannya. Bahkan
hati saya sendiri, sudah seketika membeku jika ditanya penjelasan tentang kamu.
Apakah kamu sanggup menjadi saya?
Berada di posisi saya? Dengan beban perasaan yang makin lama makin tebal. Saya
tidak begitu yakin kamu akan sanggup. Karena saya tahu, kamu bukanlah orang
yang terbiasa mencintai jika sudah tak dicintai lagi.
Saya menulis ini ketika saya sudah
tidak sanggup menampung air mata saya yang jatuh sia-sia karena kamu. Saya
membiarkan kamu abadi dalam tulisan saya. Membiarkan kamu menjadi tokoh utama
disetiap tulisan saya. Membiarkan tulisan saya memeluk kamu melalui hati.
Dari
saya,
Seseorang
yang pernah disamping kamu.